Masih ingat kasus yang menimpa Yuyun? Tragedi yang
menimpa gadis 14 tahun itu terbilang sangat tragis, karena melibatkan tidak
kurang dari 16 pelaku, semuanya pemuda sekampung Yuyun sendiri, yang
memperkosanya beramai-ramai dan kemudian meninggalkannya dalam kondisi sudah
tidak bernyawa. Setragis-tragisnya kasus ini, itu hanya sekelumit dari daftar
panjang kasus miris yang menimpa anak-anak tak berdosa di negeri kita akibat
ulah para predator seksual, yang makin lama terkesan kian sadis.
Sudah sedemikian akutnya kasus kekerasan seksual
terhadap anak di negeri ini, hingga mendorong diterbitkannya Perppu (Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang) khusus oleh Pemerintah yang mengatur
mengenai pemberatan hukuman bagi predator seksual terhadap anak, dan belakangan
ini disahkan menjadi hukuman tambahan di dalam UU nomor 1 tahun 2016 tentang
Perlindungan Anak, yakni hukuman kebiri
bagi pelaku yang telah berusia dewasa. KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia) pun menyambut baik pemberlakuan hukuman tambahan ini, dan berharap
hal ini dapat membantu meredam tingginya angka kasus kekerasan seksual terhadap
anak di Indonesia.
Berbicara mengenai pelecehan seksual kepada anak,
kita cenderung berpikir bahwa kejadian semacam itu hanya terjadi di
tempat-tempat tertentu, lingkungan tertentu, dan melibatkan orang-orang dari
kalangan tertentu saja, dan tidak mungkin terjadi di tengah-tengah kita,
lingkungan kita, apalagi keluarga kita. Padahal kenyataannya, tindak pidana
semacam ini dapat terjadi di mana saja, menimpa kalangan mana saja; bukan saja
di kalangan dan institusi pendidikan, bahkan merambah ke kalangan dan institusi
religius juga. Intinya, kita harus SELALU WASPADA.
Bukan hanya Pemerintah dan aparat hukum saja yang
bertanggung jawab menjaga dan menjauhkan anak-anak bangsa ini dari ancaman
predator seksual. Kita selaku anggota masyarakat, terutama para orang tua,
justru berada di garda terdepan dalam menjaga anak-anak di dalam keluarga dan lingkungan
terdekat kita sendiri, dan memastikan mereka aman dari jangkauan tangan-tangan
jahat para maniak seks di luar sana. Di dalam tulisan ini akan dibahas lebih
jauh langkah-langkah yang dapat kita ambil berkenaan dengan hal itu.
Yang terutama adalah mengajarkan si anak bagaimana menjaga dirinya sendiri, karena kita
tidak mungkin bisa bersamanya sepanjang waktu. Hal paling mendasar yang patut
diajarkan adalah dalam hal interaksi fisiknya dengan orang lain. Berhubung
kasus-kasus pelecehan seksual yang banyak terjadi belakangan ini melibatkan
orang dekat si anak sendiri, anggota keluarga, dan bahkan orang tua, maka kita
tak bisa mengambil resiko mempercayakan si anak kepada orang-orang dekat kita
sendiri saat kita hendak keluar rumah, misalnya; walaupun tak pada tempatnya
juga kita menaruh curiga pada orang dewasa mana pun tanpa memandang bulu.
Memperlengkapi si anak dengan kemampuan menjaga dirinya sendiri adalah opsi
terbaik, termasuk kemampuan untuk mengenali apabila terjadi interaksi fisik
yang tidak lazim, dan berinisiatif untuk melaporkannya. Berikut ini adalah
hal-hal yang penting untuk Anda lakukan:
· Ajari
si anak mengenali tubuhnya sendiri. Tunjukkan dan sebutkan bagian-bagian
tubuhnya (terutama organ vital, bagian yang bersifat pribadi) dengan nama sebenarnya, dan hindari menggunakan
kata seperti “nenen”, “burung” dsb. Sebaliknya, ajarkan dia menggunakan kata
“payudara”, “penis”, dan lain-lain istilah yang memang sudah baku. Ini untuk
mempermudah dia menceritakan kepada orang lain apabila mengalami perlakuan
tidak patut, dan menghindari salah penafsiran.
· Ajarkan
si anak mengenai batasan dalam hal
sentuhan fisik. Beri dia pemahaman mengenai bagian-bagian tubuh tertentu yang
tidak boleh disentuh sembarangan oleh orang lain, termasuk orang-orang dekat
dan anggota keluarganya sendiri. Ini berlaku pada tubuhnya sendiri (sehingga
dia tidak begitu saja membiarkan orang lain menyentuh tubuhnya) maupun tubuh
orang lain (sehingga dia juga tidak sembarangan menyentuh tubuh orang lain).
Ajari si anak menghormati tubuhnya sendiri dan
tubuh orang lain.
· Ajarkan
kepada si anak cara membedakan mana sentuhan yang termasuk pelecehan seksual
dan mana yang bukan. Sentuhan pada bagian yang biasanya tertutup pakaian bisa masuk kategori itu (bahkan pada waktu si anak
berpakaian lengkap), juga sentuhan yang diikuti perintah atau pesan supaya
merahasiakan sentuhan itu dari orang lain, itu pun termasuk pelecehan seksual.
Ajarkan kepada si anak supaya jangan segan melaporkannya, bila mereka mengalami
sentuhan atau perlakuan tertentu yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
· Ajarkan
si anak untuk tidak ragu menolak dan berkata “Tidak!” jika diperlakukan tidak
semestinya oleh orang lain, misalnya jika orang tersebut mulai menyentuh bagian-bagian
tubuhnya yang terlarang. Latih dia untuk segera lari atau berteriak
sekencang-kencangnya jika ia merasa orang tersebut mulai memaksa.
· Pastikan
dan berikan jaminan kepada si anak bahwa mereka bebas untuk menceritakan apapun
pengalaman mereka, khususnya yang membuat mereka merasa tidak nyaman. Yakinkan
mereka bahwa bercerita dengan jujur mengenai apa pun merupakan hal yang benar, dan mereka tidak akan dimarahi
atau dihukum untuk hal itu.
· Buka
mata si anak, berikan pemahaman bahwa pelecehan seksual bisa benar-benar
terjadi dan memang terjadi, bahkan di lingkungan sekitarnya. Berikan kesadaran
untuk melindungi bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga teman-temannya atau
kakak adiknya. Ajarkan apa yang harus dilakukannya bila ia mengetahui ada
tindak pelecehan seksual yang terjadi, dan kepada siapa ia harus melapor.
Pastikan untuk mengajarkan hal-hal di atas
berulang-ulang, karena seorang anak biasanya segera lupa apa yang baru
diajarkan pertama kali. Ajarkan lagi dan lagi, hingga Anda yakin ia bisa
mengingatnya dengan baik pada saat menghadapi situasi sebenarnya.
Selain memperlengkapi si anak dengan kemampuan
menjaga dirinya sendiri, Anda sendiri sebagai orang dewasa, terutama jika Anda
sebagai orang tua, harus berada di garis pertahanan terdepan dalam memberi
perlindungan dan rasa aman kepada si anak, dan menjauhkannya dari kemungkinan
mendapat pelecehan seksual. Berikut ini beberapa langkah yang dapat Anda
lakukan:
· Mewaspadai
jika ada orang dewasa yang mulai memberi perhatian yang lebih kepada si anak, atau
mencari kesempatan dan alasan untuk berdekatan dan berduaan saja dengan dia.
Kebanyakan “penjahat seks” terlalu lihai untuk bisa dikenali sepak terjangnya,
karena kebanyakan dari mereka adalah orang yang dikenal dekat oleh si anak dan
keluarganya.
· Sedapat
mungkin jangan biarkan si anak berdua saja dengan seorang dewasa dalam jangka
waktu lama. Ciptakan situasi di mana Anda dapat sering-sering mengawasinya,
bahkan walau Anda tidak sedang di rumah bersamanya. Bahkan jika Anda merasa
seseorang tertentu tidak membuat Anda nyaman, atau Anda mencurigainya, lebih
baik jangan ambil resiko membiarkan dia bersama si anak berdua saja walau hanya
sebentar.
· Libatkan
diri secara aktif dengan keseharian anak Anda. Ketahui secara pasti setiap
rencana kegiatannya, dan siapa yang ikut terlibat dalam kegiatan itu. Jangan
sampai Anda terlalu sibuk sehingga bahkan tidak mengetahui dengan siapa dia
sehari-hari bergaul. Pelaku pelecehan seksual umumnya ragu-ragu mendekati
seorang anak yang selalu dekat dan beraktivitas bersama orang tuanya.
· Jika
anak Anda aktif di media sosial, aktivitas online-nya
juga wajib Anda pantau. Dengan siapa saja ia kerap berinteraksi, dan siapa saja
teman-temannya. Anda juga dapat ikut dalam daftar pertemanannya, jadi Anda
dapat lebih leluasa memantaunya. Hanya jangan sampai terlalu menonjol, hingga
anak Anda merasa tidak nyaman atau terganggu privasinya. Ikutlah berinteraksi,
dan tampilkan diri Anda terang-terangan sebagai orang tuanya; dengan demikian
calon-calon predator seksual yang mungkin tengah mengintai anak Anda secara online akan berpikir dua kali.
· Pertimbangkan
baik-baik sebelum memposting foto anak di media sosial, terutama yang dalam
pose dewasa atau dengan berpakaian yang agak terbuka. Anda tidak pernah tahu
berapa banyak predator seksual di luar sana yang mungkin melihatnya dan
tertarik dan akhirnya menjadikan anak Anda calon korban berikutnya.
Sebaik-baiknya kewaspadaan dan sikap berjaga-jaga
kita, ternyata tetap ada kemungkinan anak (atau anak-anak) yang di bawah
pengawasan kita mengalami juga pelecehan atau tindak kekerasan seksual tanpa
kita sadari. Namun, kita perlu peka terhadap tanda-tanda perubahan pada anak,
baik secara fisik maupun dari segi perilaku. Tanda-tanda yang perlu kita
waspadai antara lain:
· Pada
anak usia balita, ada tanda-tanda fisik antara lain memar pada
alat kelamin atau pada mulut, terasa sakit pada waktu buang air kecil, sakit di
kerongkongan tanpa sebab jelas (bisa mengindikasikan akibat oral sex). Juga tanda-tanda perubahan perilaku, antara lain ketakutan yang
berlebihan khususnya pada orang atau tempat tertentu, menarik diri dari
pergaulan, gangguan tidur, sering bermimpi buruk.
· Pada
anak usia pra-sekolah, tanda-tanda di
atas disertai pula tanda-tanda perubahan
perilaku seksual, antara lain minat dan pengetahuan yang tak wajar tentang
seks, aktivitas seksual terang-terangan (seperti mencium atau memeluk) kepada
teman atau saudara.
· Pada
anak usia sekolah, tanda-tanda di
atas ditambah lagi dengan gangguan kemampuan belajarnya yang ditandai turunnya prestasi
di sekolah, sulit berkonsentrasi, dan sering telat ke sekolah atau bahkan
bolos; sulit percaya pada orang dewasa dan menghindari sentuhan fisik oleh
siapa saja.
· Pada
anak usia remaja, masih ditambah lagi
dengan hilangnya nafsu makan, depresi, berpikir untuk bunuh diri, melarikan
diri ke bentuk-bentuk kenakalan remaja seperti penyalahgunaan narkoba dan alkohol,
seks bebas, bahkan kehamilan dini.
Jika Anda mencurigai dari tanda-tanda perubahan ini bahwa
si anak mungkin telah mengalami pelecehan seksual, terapkan langkah-langkah
berikut ini:
· Berhati-hatilah
dalam menanyai anak. Kita tidak tahu seberapa besar trauma yang mungkin
dialaminya seandainya pelecehan itu benar terjadi. Memintanya untuk
menceritakan kembali secara persis peristiwa traumatik yang dialaminya mungkin
dapat membawa dampak psikologis yang lebih buruk baginya.
· Beri
kenyamanan padanya lebih dahulu, dan yakinkan dia bahwa Anda (terutama bila
Anda adalah orang tuanya) ada untuknya dan akan mendukungnya tanpa syarat,
apapun yang akan diceritakannya. Tempatkan diri Anda sebagai temannya, bukan
sebagai interogator yang semata-mata sedang mencoba mengorek informasi darinya.
· Bersikap
sabar. Jangan menanyainya secara langsung mengenai peristiwa pelecehan itu
sendiri, tapi tanyai secara bertahap dan perlahan-lahan. Anda bisa tanyakan
dahulu, “Pernah ada yang menyentuh kamu di sini (sambil menunjuk bagian
tubuhnya yang dimaksud) nggak?” Kalau dia menjawab pernah, bisa Anda tanyakan
selanjutnya di mana terjadinya.
Setelah dia katakan lokasi kejadiannya, barulah Anda tanyakan kapan dan siapa pelakunya.
· Bila
perlu, bawa si anak untuk diperiksakan pada psikolog. Pastikan bagaimana
kondisi kejiwaannya. Mungkin saja dengan pendekatan psikologis yang tepat oleh
ahlinya, justru si anak bisa lebih terbuka untuk menceritakan kejadian yang
menimpanya.
Apabila sudah diketahui bahwa pelecehan atau
pemerkosaan sudah terlanjur terjadi,
ini hal-hal penting yang harus diperhatikan:
· Pastikan
si anak selaku korban mendapat perhatian
yang LEBIH dibanding si pelaku. Banyak orang tua atau sanak keluarga yang
begitu mengetahui kejadian itu menjadi marah, dan langsung berinisiatif memburu
si pelaku dan melaporkannya ke polisi. Hal itu juga penting, tapi dapat
dilakukan kemudian. Yang pertama dan
terutama adalah berusaha mengatasi trauma dan memulihkan kondisi si anak
sesegera mungkin.
· Bawa
si anak secepatnya ke dokter untuk memastikan apakah tindak pelecehan yang
dialaminya meninggalkan tanda-tanda kekerasan fisik pada tubuhnya atau tidak,
dan tindakan medis apa yang dapat segera diambil. Selain itu, adanya bekas
sperma atau tanda-tanda kekerasan yang masih relatif baru di tubuh korban dapat
dijadikan bukti kuat dalam membawa si pelaku ke pengadilan.
· Pastikan
si anak juga memperoleh penanganan yang cepat dan tepat secara psikologis.
Libatkan psikiater, konselor dan profesional lainnya dalam membantu pemulihan
dari trauma yang dimilikinya. Tingkat trauma tiap anak yang mengalami pelecehan
seksual berbeda-beda, tergantung karakter si anak, durasi dan frekuensi tindak
pelecehan yang dialaminya, dan seberapa parah tindak pelecehan itu sendiri,
apakah hanya sekedar rabaan, remasan atau bahkan lebih dari itu. Pastikan ia
mendapat penanganan yang sesuai dengan tingkat traumanya.
· Ciptakan
lingkungan di mana anak dapat tetap berinteraksi dan bersosialisasi dengan
nyaman, di mana ia merasa tetap diterima dalam lingkungan pergaulannya, di mana
ia tidak dipandang rendah atau tidak berharga. Ini penting untuk mempercepat
pemulihan dari traumanya.
Demikian sekelumit mengenai bagaimana kita menyikapi
ancaman pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak di lingkungan kita.
Pembahasan lebih jauh, dalam dan lengkap dapat Anda baca di buku Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak yang bukan
saja membahas dari segi hukum, tapi berbagai aspek dari kekerasan seksual
terhadap anak yang patut diketahui khususnya oleh para orang tua.
Akhir kata, jangan lengah dan jangan pernah lelah
memantau dan mengawasi anak-anak kita, karena itu salah satu usaha nyata kita
dalam membantu menyelamatkan generasi muda penerus bangsa ini.