Smooch

Sabtu, 22 Oktober 2016

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK - BAGAIMANA MENYIKAPINYA?

Masih ingat kasus yang menimpa Yuyun? Tragedi yang menimpa gadis 14 tahun itu terbilang sangat tragis, karena melibatkan tidak kurang dari 16 pelaku, semuanya pemuda sekampung Yuyun sendiri, yang memperkosanya beramai-ramai dan kemudian meninggalkannya dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Setragis-tragisnya kasus ini, itu hanya sekelumit dari daftar panjang kasus miris yang menimpa anak-anak tak berdosa di negeri kita akibat ulah para predator seksual, yang makin lama terkesan kian sadis.

Sudah sedemikian akutnya kasus kekerasan seksual terhadap anak di negeri ini, hingga mendorong diterbitkannya Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) khusus oleh Pemerintah yang mengatur mengenai pemberatan hukuman bagi predator seksual terhadap anak, dan belakangan ini disahkan menjadi hukuman tambahan di dalam UU nomor 1 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yakni hukuman kebiri bagi pelaku yang telah berusia dewasa. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) pun menyambut baik pemberlakuan hukuman tambahan ini, dan berharap hal ini dapat membantu meredam tingginya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia.

Berbicara mengenai pelecehan seksual kepada anak, kita cenderung berpikir bahwa kejadian semacam itu hanya terjadi di tempat-tempat tertentu, lingkungan tertentu, dan melibatkan orang-orang dari kalangan tertentu saja, dan tidak mungkin terjadi di tengah-tengah kita, lingkungan kita, apalagi keluarga kita. Padahal kenyataannya, tindak pidana semacam ini dapat terjadi di mana saja, menimpa kalangan mana saja; bukan saja di kalangan dan institusi pendidikan, bahkan merambah ke kalangan dan institusi religius juga. Intinya, kita harus SELALU WASPADA.

Bukan hanya Pemerintah dan aparat hukum saja yang bertanggung jawab menjaga dan menjauhkan anak-anak bangsa ini dari ancaman predator seksual. Kita selaku anggota masyarakat, terutama para orang tua, justru berada di garda terdepan dalam menjaga anak-anak di dalam keluarga dan lingkungan terdekat kita sendiri, dan memastikan mereka aman dari jangkauan tangan-tangan jahat para maniak seks di luar sana. Di dalam tulisan ini akan dibahas lebih jauh langkah-langkah yang dapat kita ambil berkenaan dengan hal itu.

Yang terutama adalah mengajarkan si anak bagaimana menjaga dirinya sendiri, karena kita tidak mungkin bisa bersamanya sepanjang waktu. Hal paling mendasar yang patut diajarkan adalah dalam hal interaksi fisiknya dengan orang lain. Berhubung kasus-kasus pelecehan seksual yang banyak terjadi belakangan ini melibatkan orang dekat si anak sendiri, anggota keluarga, dan bahkan orang tua, maka kita tak bisa mengambil resiko mempercayakan si anak kepada orang-orang dekat kita sendiri saat kita hendak keluar rumah, misalnya; walaupun tak pada tempatnya juga kita menaruh curiga pada orang dewasa mana pun tanpa memandang bulu. Memperlengkapi si anak dengan kemampuan menjaga dirinya sendiri adalah opsi terbaik, termasuk kemampuan untuk mengenali apabila terjadi interaksi fisik yang tidak lazim, dan berinisiatif untuk melaporkannya. Berikut ini adalah hal-hal yang penting untuk Anda lakukan:

·       Ajari si anak mengenali tubuhnya sendiri. Tunjukkan dan sebutkan bagian-bagian tubuhnya (terutama organ vital, bagian yang bersifat pribadi) dengan nama sebenarnya, dan hindari menggunakan kata seperti “nenen”, “burung” dsb. Sebaliknya, ajarkan dia menggunakan kata “payudara”, “penis”, dan lain-lain istilah yang memang sudah baku. Ini untuk mempermudah dia menceritakan kepada orang lain apabila mengalami perlakuan tidak patut, dan menghindari salah penafsiran.

·       Ajarkan si anak mengenai batasan dalam hal sentuhan fisik. Beri dia pemahaman mengenai bagian-bagian tubuh tertentu yang tidak boleh disentuh sembarangan oleh orang lain, termasuk orang-orang dekat dan anggota keluarganya sendiri. Ini berlaku pada tubuhnya sendiri (sehingga dia tidak begitu saja membiarkan orang lain menyentuh tubuhnya) maupun tubuh orang lain (sehingga dia juga tidak sembarangan menyentuh tubuh orang lain). Ajari si anak menghormati tubuhnya sendiri dan  tubuh orang lain.

·       Ajarkan kepada si anak cara membedakan mana sentuhan yang termasuk pelecehan seksual dan mana yang bukan. Sentuhan pada bagian yang biasanya tertutup pakaian bisa masuk kategori itu (bahkan pada waktu si anak berpakaian lengkap), juga sentuhan yang diikuti perintah atau pesan supaya merahasiakan sentuhan itu dari orang lain, itu pun termasuk pelecehan seksual. Ajarkan kepada si anak supaya jangan segan melaporkannya, bila mereka mengalami sentuhan atau perlakuan tertentu yang membuat mereka merasa tidak nyaman.

·       Ajarkan si anak untuk tidak ragu menolak dan berkata “Tidak!” jika diperlakukan tidak semestinya oleh orang lain, misalnya jika orang tersebut mulai menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang terlarang. Latih dia untuk segera lari atau berteriak sekencang-kencangnya jika ia merasa orang tersebut mulai memaksa.

·       Pastikan dan berikan jaminan kepada si anak bahwa mereka bebas untuk menceritakan apapun pengalaman mereka, khususnya yang membuat mereka merasa tidak nyaman. Yakinkan mereka bahwa bercerita dengan jujur mengenai apa pun merupakan hal yang benar, dan mereka tidak akan dimarahi atau dihukum untuk hal itu.

·       Buka mata si anak, berikan pemahaman bahwa pelecehan seksual bisa benar-benar terjadi dan memang terjadi, bahkan di lingkungan sekitarnya. Berikan kesadaran untuk melindungi bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga teman-temannya atau kakak adiknya. Ajarkan apa yang harus dilakukannya bila ia mengetahui ada tindak pelecehan seksual yang terjadi, dan kepada siapa ia harus melapor.

Pastikan untuk mengajarkan hal-hal di atas berulang-ulang, karena seorang anak biasanya segera lupa apa yang baru diajarkan pertama kali. Ajarkan lagi dan lagi, hingga Anda yakin ia bisa mengingatnya dengan baik pada saat menghadapi situasi sebenarnya.

Selain memperlengkapi si anak dengan kemampuan menjaga dirinya sendiri, Anda sendiri sebagai orang dewasa, terutama jika Anda sebagai orang tua, harus berada di garis pertahanan terdepan dalam memberi perlindungan dan rasa aman kepada si anak, dan menjauhkannya dari kemungkinan mendapat pelecehan seksual. Berikut ini beberapa langkah yang dapat Anda lakukan:

·       Mewaspadai jika ada orang dewasa yang mulai memberi perhatian yang lebih kepada si anak, atau mencari kesempatan dan alasan untuk berdekatan dan berduaan saja dengan dia. Kebanyakan “penjahat seks” terlalu lihai untuk bisa dikenali sepak terjangnya, karena kebanyakan dari mereka adalah orang yang dikenal dekat oleh si anak dan keluarganya.

·       Sedapat mungkin jangan biarkan si anak berdua saja dengan seorang dewasa dalam jangka waktu lama. Ciptakan situasi di mana Anda dapat sering-sering mengawasinya, bahkan walau Anda tidak sedang di rumah bersamanya. Bahkan jika Anda merasa seseorang tertentu tidak membuat Anda nyaman, atau Anda mencurigainya, lebih baik jangan ambil resiko membiarkan dia bersama si anak berdua saja walau hanya sebentar.

·       Libatkan diri secara aktif dengan keseharian anak Anda. Ketahui secara pasti setiap rencana kegiatannya, dan siapa yang ikut terlibat dalam kegiatan itu. Jangan sampai Anda terlalu sibuk sehingga bahkan tidak mengetahui dengan siapa dia sehari-hari bergaul. Pelaku pelecehan seksual umumnya ragu-ragu mendekati seorang anak yang selalu dekat dan beraktivitas bersama orang tuanya.

·       Jika anak Anda aktif di media sosial, aktivitas online­-nya juga wajib Anda pantau. Dengan siapa saja ia kerap berinteraksi, dan siapa saja teman-temannya. Anda juga dapat ikut dalam daftar pertemanannya, jadi Anda dapat lebih leluasa memantaunya. Hanya jangan sampai terlalu menonjol, hingga anak Anda merasa tidak nyaman atau terganggu privasinya. Ikutlah berinteraksi, dan tampilkan diri Anda terang-terangan sebagai orang tuanya; dengan demikian calon-calon predator seksual yang mungkin tengah mengintai anak Anda secara online akan berpikir dua kali.

·       Pertimbangkan baik-baik sebelum memposting foto anak di media sosial, terutama yang dalam pose dewasa atau dengan berpakaian yang agak terbuka. Anda tidak pernah tahu berapa banyak predator seksual di luar sana yang mungkin melihatnya dan tertarik dan akhirnya menjadikan anak Anda calon korban berikutnya.

Sebaik-baiknya kewaspadaan dan sikap berjaga-jaga kita, ternyata tetap ada kemungkinan anak (atau anak-anak) yang di bawah pengawasan kita mengalami juga pelecehan atau tindak kekerasan seksual tanpa kita sadari. Namun, kita perlu peka terhadap tanda-tanda perubahan pada anak, baik secara fisik maupun dari segi perilaku. Tanda-tanda yang perlu kita waspadai antara lain:

·       Pada anak usia balita, ada tanda-tanda fisik antara lain memar pada alat kelamin atau pada mulut, terasa sakit pada waktu buang air kecil, sakit di kerongkongan tanpa sebab jelas (bisa mengindikasikan akibat oral sex). Juga tanda-tanda perubahan perilaku, antara lain ketakutan yang berlebihan khususnya pada orang atau tempat tertentu, menarik diri dari pergaulan, gangguan tidur, sering bermimpi buruk.

·       Pada anak usia pra-sekolah, tanda-tanda di atas disertai pula tanda-tanda perubahan perilaku seksual, antara lain minat dan pengetahuan yang tak wajar tentang seks, aktivitas seksual terang-terangan (seperti mencium atau memeluk) kepada teman atau saudara.

·       Pada anak usia sekolah, tanda-tanda di atas ditambah lagi dengan gangguan kemampuan belajarnya yang ditandai turunnya prestasi di sekolah, sulit berkonsentrasi, dan sering telat ke sekolah atau bahkan bolos; sulit percaya pada orang dewasa dan menghindari sentuhan fisik oleh siapa saja.

·       Pada anak usia remaja, masih ditambah lagi dengan hilangnya nafsu makan, depresi, berpikir untuk bunuh diri, melarikan diri ke bentuk-bentuk kenakalan remaja seperti penyalahgunaan narkoba dan alkohol, seks bebas, bahkan kehamilan dini.

Jika Anda mencurigai dari tanda-tanda perubahan ini bahwa si anak mungkin telah mengalami pelecehan seksual, terapkan langkah-langkah berikut ini:

·       Berhati-hatilah dalam menanyai anak. Kita tidak tahu seberapa besar trauma yang mungkin dialaminya seandainya pelecehan itu benar terjadi. Memintanya untuk menceritakan kembali secara persis peristiwa traumatik yang dialaminya mungkin dapat membawa dampak psikologis yang lebih buruk baginya.

·       Beri kenyamanan padanya lebih dahulu, dan yakinkan dia bahwa Anda (terutama bila Anda adalah orang tuanya) ada untuknya dan akan mendukungnya tanpa syarat, apapun yang akan diceritakannya. Tempatkan diri Anda sebagai temannya, bukan sebagai interogator yang semata-mata sedang mencoba mengorek informasi darinya.

·       Bersikap sabar. Jangan menanyainya secara langsung mengenai peristiwa pelecehan itu sendiri, tapi tanyai secara bertahap dan perlahan-lahan. Anda bisa tanyakan dahulu, “Pernah ada yang menyentuh kamu di sini (sambil menunjuk bagian tubuhnya yang dimaksud) nggak?” Kalau dia menjawab pernah, bisa Anda tanyakan selanjutnya di mana terjadinya. Setelah dia katakan lokasi kejadiannya, barulah Anda tanyakan kapan dan siapa pelakunya.

·       Bila perlu, bawa si anak untuk diperiksakan pada psikolog. Pastikan bagaimana kondisi kejiwaannya. Mungkin saja dengan pendekatan psikologis yang tepat oleh ahlinya, justru si anak bisa lebih terbuka untuk menceritakan kejadian yang menimpanya.

Apabila sudah diketahui bahwa pelecehan atau pemerkosaan sudah terlanjur terjadi, ini hal-hal penting yang harus diperhatikan:

·       Pastikan si anak selaku korban mendapat perhatian yang LEBIH dibanding si pelaku. Banyak orang tua atau sanak keluarga yang begitu mengetahui kejadian itu menjadi marah, dan langsung berinisiatif memburu si pelaku dan melaporkannya ke polisi. Hal itu juga penting, tapi dapat dilakukan kemudian. Yang pertama dan terutama adalah berusaha mengatasi trauma dan memulihkan kondisi si anak sesegera mungkin.

·       Bawa si anak secepatnya ke dokter untuk memastikan apakah tindak pelecehan yang dialaminya meninggalkan tanda-tanda kekerasan fisik pada tubuhnya atau tidak, dan tindakan medis apa yang dapat segera diambil. Selain itu, adanya bekas sperma atau tanda-tanda kekerasan yang masih relatif baru di tubuh korban dapat dijadikan bukti kuat dalam membawa si pelaku ke pengadilan.

·       Pastikan si anak juga memperoleh penanganan yang cepat dan tepat secara psikologis. Libatkan psikiater, konselor dan profesional lainnya dalam membantu pemulihan dari trauma yang dimilikinya. Tingkat trauma tiap anak yang mengalami pelecehan seksual berbeda-beda, tergantung karakter si anak, durasi dan frekuensi tindak pelecehan yang dialaminya, dan seberapa parah tindak pelecehan itu sendiri, apakah hanya sekedar rabaan, remasan atau bahkan lebih dari itu. Pastikan ia mendapat penanganan yang sesuai dengan tingkat traumanya.

Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak·       Ciptakan lingkungan di mana anak dapat tetap berinteraksi dan bersosialisasi dengan nyaman, di mana ia merasa tetap diterima dalam lingkungan pergaulannya, di mana ia tidak dipandang rendah atau tidak berharga. Ini penting untuk mempercepat pemulihan dari traumanya.

Demikian sekelumit mengenai bagaimana kita menyikapi ancaman pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak di lingkungan kita. Pembahasan lebih jauh, dalam dan lengkap dapat Anda baca di buku Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak yang bukan saja membahas dari segi hukum, tapi berbagai aspek dari kekerasan seksual terhadap anak yang patut diketahui khususnya oleh para orang tua.

Akhir kata, jangan lengah dan jangan pernah lelah memantau dan mengawasi anak-anak kita, karena itu salah satu usaha nyata kita dalam membantu menyelamatkan generasi muda penerus bangsa ini.